Selamat Datang di Blog Deka Riti

Sabtu, 04 Januari 2014

Mengapa Rasulullah Saw. Berpoligami?

  
     Mungkin banyak orang yang tidak mendalami Islam akan berpikiran bahwa poligami Rasulullah bukan untuk ibadah kepada Allah Swt., tetapi hanya untuk pemenuhan nafsu semata. Sungguh disayangkan sekali hal demikian. Andaikan mereka mengetahui apa maksud dibalik tindakan poligami beliau, pasti mereka akan diam sementara. Meskipun mereka tahu pernyataan yang dipikirkan itu salah, tetap saja tidak mau mengakui bahwa mereka salah. Mereka terus menerus mencari kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri Rasulullah. Apa yang akan mereka dapatkan? Tentunya bukan keutamaan diri dari Rasulullah.

     Akhlak mulia Rasulullah dapat membuktikan bahwa tindakan poligami beliau bukan semata-mata untuk hawa nafsu, antara lain:

1.  Rasulullah menikahi wanita yang sebagian besar janda-janda tua, setelah wafatnya istri pertama beliau Sayyidah Khadijah binti Khuwailid.
2. Pernikahan Rasulullah semata-mata didasari atas faktor agama, dan bukan untuk kepentingan dunia.
3. Poligami Rasulullah dilakukan untuk memuliakan dan memberi penghargaan bagi seorang lanjut usia yang ditinggal gugur suaminya di medan perang.
4. Poligami Rasulullah untuk melunakkan hati orang-orang yang sedang dijinakkan untuk menerima agama Islam, selain itu juga untuk menambah keikhlasan kepada Allah dan Rasul-Nya, bagi mereka yang sejak awalnya telah berlaku ikhlas.

Selain tujuan poligami di atas, masih banyak tujuan Rasulullah melakukan poligami, diantaranya menambah kaum kerabat, menjadikan mereka pembela dan pendukung yang andal terhadap agama Allah Swt. Hal ini beliau lakukan dalam suatu masyarakat yang beranggapan bahwa hubungan kekerabatan karena pernikahan adalah hubungan yang sangat kokoh, sehingga mengharuskan pembelaan dan kesetiaan.

Dari semua tujuan Rasulullah melakukan poligami (yang tertulis di atas maupun yang tidak ), tak satupun yang menjelaskan bahwa pernikahan Rasulullah setelah wafatnya Khadijah hanya pemenuhan hawa nafsu belaka.


Cek di : *DR. Muhammad Asy Syarif, Az-Zaujah Ats-Tsaniyah, Wahmun Am Haqiqatun, Yogyakarta, Mumtaz, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar